Senin, 19 September 2011

tugas fotografi jurnalistik (analisis foto) PUPUT MUTIARA

Nama: PUPUT MUTIARA
JURNALISTIK
NRP: 20091100072
tugas analisis foto
sumber: koran Kompas, edisi Sabtu, 18 September 2011


Caption Foto 1: Sejumlah nelayan di Desa Munjung Agung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, terpaksa mendorong perahu mereka satu persatu agar bisa masuk ke Pelabuhan, Jum'at (16/9) siang. Hal itu akibat pendangkalan di Muara Sungai Bongkok sebagai dampak musim kemarau.

Analisis:
dilihat dari unsur-unsur foto yang baik, seperti:
- Secara teknis ----> foto diambil dengan mengambil angle rule of third (sepertiga bagian). Fokusnya terletak pada para nelayan yang sedang mendorong perahunya (berada di sepertiga sebelah kiri bagian foto.
- Menarik untuk dilihat, tanpa membaca caption kita dapat mengetahui arti dari foto tersebut.
- Memiliki nilai berita, yaitu berita tentang aktifitas sejumlah nelayan di Muara Sungai Bongkok. Terjadi pendangkalan di Muara Sungai tersebut sehingga para nelayan perlu mendorong perahunya agar dapat masuk ke Pelabuhan.
- Memiliki unsur berita (5W+1H)
Who: Para Nelayan
Where: Muara Sungai Bongkok (caption)
Why: Akibat pendangkalan di Muara Sungai Bongkok sebagai dampak musim kemarau
What: Para nelayan sedang mendorong perahunya
When: Jumat (16/9) siang (caption)
How: -
- Termasuk general news

Caption Foto 2: temuan kerangka manusia dan struktur bangunan kayu pada penggalian oleh Balai Arkeologi Denpasar
Analisis:

dilihat dari unsur-unsur foto yang baik, seperti:
- Secara teknis ----> menggunakan tehnik high angle
- Menarik untuk dilihat, tanpa membaca caption kita dapat mengetahui arti dari foto tersebut.
- Memiliki nilai berita. Penemuan kerangka manusia dan bangunan kayu oleh Badan Arkeologi Denpasar
- Memiliki unsur berita (5W+1H)
Who: Arkeolog
Where: Bawah tanah (Denpasar)
Why: -
What: Penemuan kerangka manusia dan struktur bangunan kayu pada penggalian oleh Balai Arkeologi Denpasar
When: -
 How: -
- Termasuk news feature

Caption Foto 3: Warga berselimut jarit menembus matahari pagi yang menelusup ke jalan tanah di Desa Tepal, Kecamatan Batulanteh, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Senin (27/6). Desa yang berada pada ketinggian 867 meter di atas permukaan air laut tersebut dihuni oleh 300 keluarga yang tersebar di tiga dusun.
Analisis:

dilihat dari unsur-unsur foto yang baik, seperti:
- Secara teknis ----> menggunakan tehnik rule of third (sepertiga bagian). Fokus (ibu berselimut) berada di bagian tengah.
- Menarik untuk dilihat (termasuk human interest)
- Memiliki nilai berita. Warga Desa Tepal berselimut jarit.
- Memiliki unsur berita (5W+1H)
Who: Seorang ibu warga Desa Tepal
Where: Sebuah jalan di Desa Tepal, NTB (caption)
Why: -
What: Warga berselimut jarit menembus matahari pagi yang menelusup ke jalan tanah di Desa Tepal, Kecamatan Batulanteh, Sumbawa, Nusa Tenggara BaratWhen: Pagi hari, Senin (27/6) (caption)
How: -

Caption Foto 4: Pertempuran antara pasukan oposisi dan tentara yang loyal kepada pemimpin Libya dalam pelarian, Moammar Khadaf, berlanjut sepanjang jalan menuju Sirte, Libya, Jumat (16/9). Pasukan oposisi Libya meningkatkan serangan pada dua kota yang masih dikuasai loyalis Khadafy, yang mendapat perlawanan sengit dari penembak jitu dan pendukung Khadafy.
Analisis:
dilihat dari unsur-unsur foto yang baik, seperti:
- Secara teknis ----> membagi dua wilayah foto (fokus), yang terletak pada setengah bagian bawah ruang.
- Menarik untuk dilihat, menggambarkan adanya konflik bersenjat.
- Memiliki nilai berita, menggambarkan suasana pertempuran antara pasukan oposisi dan tentara.
- Memiliki unsur berita (5W+1H)
Who: pasukan oposisi dan tentara
Where: Di tengah suasana perang
Why: -
What: Pertempuran antara pasukan oposisi dan tentaraWhen: Saat perang antara pasukan oposisi dan tentara yang loyal kepada pemimpin Libya, Moammar Khadafy, Jum'at (16/9) (caption)
How: -



Caption Foto 5: Tamu undangan serentak menyalakn lampu badai bertenaga baterai untuk menandai peluncuran Ekspedisi cincin api Kompas di Studio Blitz Megaplex, Grand Indonesia, Jkaarta, Jumat (16/9). Peluncuran ditandai pemutaran film dan diskusi tentang kegunungan.
Analisis:
dilihat dari unsur-unsur foto yang baik, seperti:
- Secara teknis ----> bagus, fokus foto memenuhi keseluruhan ruang.
- Menarik untuk dilihat.
- Memiliki nilai berita, menggambarkan suasana menyalakan lampu badai secara serentak.
- Memiliki unsur berita (5W+1H)
Who: tamu undangan peluncuran ekspedisi cincin api Kompas.
Where: ruangan gelap, Studio Blitz Megaplex Grand Indonesia
Why: -
What: Tamu undangan serentak menyalakn lampu badai bertenaga baterai
When: Jumat (16/9) (caption)
How: -

Senin, 08 Maret 2010

Aksara Jawa


Aksara Jawa tidak jarang menjadi hal asing bahkan di masyarakat Jawa itu sendiri. Semakin sedikit aku menemui wong Jowo yang mampu menulis dan membaca aksara Jawa, beda dengan zaman masih sekolah dasar dulu, di mana aksara Jawa masuk dalam salah satu pelajaran disekolah jawa. Saat itu, aksara Jawa masih sering aku gunakan untuk menulis sesuatu di saat melamun.

Saat itu masih hafal luar kepala.
Sekarang sudah gak ada di kepala.

Mungkin penyebab utamanya adalah karena kurangnya keperluan aksara ini dalam keseharian.
Buat apa sih menggunakan aksara Jawa untuk baca tulis, sedangkan ada aksara yang universal, yang lebih general dan lebih mudah digunakan, yang disebut alfabet.

Namun bagaimanapun, aksara itu adalah milik masyarakat Jawa, dan seharusnya dilestarikan. Kalaupun tidak digunakan dalam keseharian, setidaknya masih mengetahui dan memahami.

Aksara Jawa sering disebut sebagai Honocoroko, yang diambil dari baris pertama bunyi dari aksara tersebut. Lengkapnya:

Ho No Co Ro Ko
Do To So Wo Lo
Po Dho Jo Yo Nyo
Mo Go Bo Tho Ngo

Menurut sejarahnya, kalimat itu memiliki muatan cerita:

Ono Coroko
Ada utusan (abdi setia)

Doto Sowolo
Saling berseteru

Podho Joyonyo
Sama-sama sakti

Mogo Bothongo
Keduanya menjadi mayat

Senin, 16 November 2009

CNN The Real Heroes 2009, "BUDI SOEHARDI ?"


Berkat aktivitas sosialnya, media asing terkemuka CNN memilih seorang WNI sebagai satu dari 10 finalis "CNN The Real Heroes 2009," sebuah acara bergengsi tahunan dari CNN.

WNI tersebut adalah Budi Soehardi, Seorang pilot asal Indonesia berusia 53 tahun yang menaungi kurang lebih 50 anak yatim piatu di bawah asuhannya. Berlokasi di Kupang, Nusa Tenggara Barat. Pak Budi sendiri saat ini bekerja sebagai pilot Singapore Airlines, dan menurut rencana bulan depan beliau akan pensiun. Pak Budi Soehardi bersama istrinya, Peggy, membangun Panti Asuhan Roslin bagi anak-anak korban konflik Timor Timur pada tahun 1999 lalu.

Mereka memiliki hubungan dekat dengan setiap anak di panti asuhannya, dan menganggap mereka semua sebagai bagian dari keluarga mereka sendiri. Pasangan ini memberi nama langsung sebagian besar anak-anak tersebut, semenjak mereka memasuki panti asuhan sejak bayi. Dimana sebagian besar dari mereka adalah korban dan pengungsi dari konflik Timor Timur.

Pak Budi Soehardi sendiri telah memiliki tiga anak kandung, tetapi beliau mengatakan bahwa ia tidak membedakan apapun termasuk perawatan dari anak-anak biologisnya dengan mereka yang tinggal di panti asuhan. Mereka semua mendapatkan tempat tinggal yang bersih, vaksinasi, makanan, pakaian, dan vitamin-vitamin.

"Pak Budi sudah seperti ayah saya sendiri," ujar Gerson Mangi, 20 tahun, seorang penghuni dari Panti Asuhan Roslin. Gerson, yang datang ke panti asuhan semenjak ia berusia 12 tahun, tidak memiliki tujuan untuk bersekolah setelah kedua orang-tuanya meninggal. Sekarang, ia sekolah kedokteran dan akan menjadi seorang dokter.

Budi Soehardi, yang ayahnya meninggal ketika berusia 9 tahun, bisa merasakan kesulitan-kesulitan yang anak-anak muda ini rasakan. "Makanan begitu sulit didapat dan uang sekolah pun juga," ujar pak Budi Soehardi. "Para pengungsi ini benar-benar memukul saya dan saya menginginkan mereka menjadi lebih baik lagi."

Ini semua berawal dari berita situasi di Timor Timur pada tahun 1999 yang menginspirasi keluarga pak Budi Soehardi untuk melakukan aksi ini. Pada saat itu, Pak Budi Soehardi sedang menikmati makan malam dan menonton CNN dengan istri dan keluarga di rumahnya di Singapore. Ketika beliau melihat kedatangan para pengungsi dari Timor Timur ke Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Beliau menyaksikan beberapa Keluarga-keluarga tinggal di kardus-kardus, anak-anak mereka pun menggunakan kain usang sebagai pakaian, dan sanitasi tidak ada. "Itu sangat memedihkan," ujar Pak Budi Soehardi.

Suatu ketika, keluarga pak Budi Soehardi telah merencanakan untuk berlibur. Tetapi, setelah menonton berita itu membuat mereka berpikir kembali mengenai rencana-rencana mereka untuk berlibur. "Saya dan istri saya saling menatap dan kami memiliki pikiran kami masing-masing..."‘Hey, mari lakukan sesuatu yang lain. Mengapa kita tidak mengunjungi tempat tersebut... untuk melakukan liburan yang berbeda,'" ujar Pak Budi, kala itu.

Jadilah pria berusia 53 tahun itu mulai membagikan donasi uang, makanan, pakaian dan peralatan. Dengan bantuan teman-teman dan relawan di lapangan, Pak Budi mengirimkan lebih dari 40 ton makanan, peralatan medis dan lainnya ke kamp-kamp pengungsi Timor Timur.

Setelah itu pada April 2002, Pak Budi membuka Panti Asuhan Roslin yang awalnya hanya menampung empat anak. Panti Asuhan dibangun dan dibiayai sendiri oleh Pak Budi dengan gajinya sebagai pilot. Namun kadang-kadang Pak Budi juga menerima donasi dari teman-temannya.

Panti Asuhan Roslin bukan cuma sebagai tempat penampungan orang tak mampu semata, tapi juga tempat pembekalan para penghuni panti untuk bisa hidup di masyarakat kelak. Maka tak heran selain kegiatan belajar, anak-anak panti juga diajarkan berbagai cara untuk mencukupi kebutuhan hidup, misalnya dengan bercocok tanam atau memelihara hewan ternak.

Aksi Pak Budi Soehardi dengan Panti Asuhan Roslin-nya ini pun terdengar oleh CNN, dan akhirnya profilnya masuk sebagai finalis dari event tahunan CNN, Real Heroes. Pak Budi Soehardi masuk ke dalam 10 besar finalis bersama dengan finalis-finalis lain dari berbagai Negara yang juga bergiat demi kemanusiaan (Kurang lebih 9000 peserta dari seluruh penjuru dunia). Penilaian akan dilakukan berdasarkan voting online untuk menentukan siapakah the real heroes di tahun 2009 ini.

Menurut dialog berita pagi di Metro Tv yg saya saksikan, Jika dia mampu mendapat gelar "The Real Heroes 09," Hadiah uangnya akan di fokuskan untuk memperbaiki dan menambah fasilitas seperti ruang makan, toilet, dan wisma khusus wanita. Apalagi menurut rencana bulan depan beliau akan pensiun dan kemungkinan biaya mengelola panti asuhannya akan berkurang.

Acara pemilihan “CNN The Real Heroes” sendiri akan dilakukan sampai 26 November 2009 dengan cara voting terbanyak.

Ayo!!! vote Budi Soehardi menjadi “CNN The Real Heroes” di:

http://edition.cnn.com/SPECIALS/cnn.heroes/vote/




Sumber :
CNN, Metro Tv, Lampung Post

Selasa, 10 November 2009

LOGO KERATON SURAKARTA


Lambang keraton Surakarta atau tepat dikenal dengan sebutan Radya Laksana merupakan sebuah logo yang menandakan tentang sebuah identitas berdirinya kerajaan atau keraton Surakarta. Sebuah logo yang begitu unik dan memiliki ciri khas asli kebudayaan Indonesia ini memiliki nilai-nilai essensial tersendiri di dalamnya. Radya Laksana juga memiliki beberapa fungsi sebagai simbol identitas keraton dan juga juga sebagai simbol estetika atau keindahan.

Dalam bentuk lencana sering dipasang di baju sebelah kiri, menjadi motif batik khas kerabat keraton, sebagai vandel yang dipasang di rumah atau sebagai relief yang dipasang di gapura karaton. Dalam hal yang demikian Radya Laksana di samping memiliki fungsi sebagai simbol identitas juga sebagai simbol estetika atau keindahan.

Awal terbentuk logo Radya Laksana,
bermula dari dipecah belahnya keraton Yogyakarta menjadi dua oleh Belanda. Sampai akhirnya berdiri keraton kesunanan Surakarta (Raja Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwana I) dan keraton kesultanan Yogyakarta (Raja Sri Sultan Hamengku buwana I). Dari terpecahnya dua keraton tersebut akhirnya Paku Buwana I mendirikan Keraton Kesunanan Surakarta yang nantinya bernama kota Solo.

Konon Raja Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwana I pun mengagas sebuah ide untuk membuat logo keraton kesunanan Surakarta yang menurut sejarah penuh makna simbolis dan makna filosofis.


1. Makna Simbolis
Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwana I mengilhami dirinya dalam makna gambar Paku dan Bumi (Paku Buwana, nama tersebut kemudian dipakai sebagai nama raja-raja yang memerintah Karaton Surakarta dan Sinuhun Paku Buwana I hingga Paku Buwana XII), yang mencerminkan sejarah para raja-raja/penerusnya dalam lingkaran bulat telur. Gambar Surya (matahari) mengisyaratkan nama R.M.G. Sasangka, yang kemudian bernama Panembahan Purbaya. Kemudian gambar bintang, dalam bahasa Jawa disebut Kartika atau Sudama, mengisyaratkan nama R.M.G. Sudama yang kemudian bergelar Pangeran Balitar. Makna historis tersebut selengkapnya dapat diperiksa pada Bagan Silsilah keraton Surakarta.

2. Makna Filosofis
Radya Laksana sendiri juga memiliki makna filosofis yang berupa ajaran tentang kenegaraan dan kehidupan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
•Makutha (mahkota)
Sebagai simbol raja dan sebagai simbol kebudayaan Jawa. Oleh karena itu, siapa saja yang memakai atau menerima gambar mahkota selayaknya berjiwa budaya Jawa. Dalam arti bahwa jiwa budaya Jawa memberi tuntunan, budaya sebagai “uwoh pangolahing budi” secara lahir dan batin berdasarkan budi luhur dan keutamaan. “Pakarti lahir” harus seiring dengan “pakarti batin,” hal yang demikian mencerminkan adanya sifat keharmonisan dalam budaya Jawa.
•Warna merah dan kuning
Dalam budaya Jawa merah dan kuning merupakan simbol kasepuhan (yang dianggap tua). Sifat kasepuhan ini terlihat dalam bentuk lahir dan batin, yang mencerminkan sabar, tidak terburu nafsu dan sejenisnya. Hal ini memiliki makna filosofis bahwa seseorag raja harus memiliki jiwa kasepuhan.
•Warna biru muda
Dasar warna biru muda dan putih. Warna biru dan putih membawa watak menolak perbuatan yang tidak baik. Warna biru muda merupakan simbol angkasa atau langit, merupakan simbol orang yang berwatak luas pandangannya dan juga pemberi maaf.
•Surya (matahari)
Surya atau matahari merupakan sumber kekuatan dan sumber penerangan dan hidup, yang akan menjadikan dunia tegak penuh dengan sinar penerang dan hidup. Hal ini merupakan simbol bahwa orang yaang berjiwa budaya harus dapat menanamkan kekuatan dan dapat memancarkan sinar kehidupan dengan tidak mengharapkan imbalan. Surya menjadi sarana kehidupan bumi.
•Candra/sasangka (Bulan)
Bulan merupakan sumber penerangan di malam hari tanpa menimbulkan panas, tetapi teduh, memberi cahaya kepada siapapun dan apapun tanpa kecuali. Hal yang demikian memiliki makna bahwa jiwa budaya harus didasari watak pemberi dan memancarkan penerangan yang tidak menyebabkan silau tetapi memancarkan kelembutan dan kedamaian. Candra menjadi sarana daya rasa (batin) bagi kehidupan di bumi.
•Kartika (bintang)
Kartika atau bintang memiliki sifat memancarkan sinar, hanya kelihatan gemerlap di sela-sela kegelapan malam. Hal ini memiliki ajaran bahwa raja atau seseorang agar dapat memberikan penerangan kepada siapapun yang sedang dalam kegelapan. Makna itu juga mengingatkan kepada kita bahwa masalah gelap dan terang dalam kehidupan ini silih berganti. Kartika menjadi sarana dan daya menambah teduhnya kehidupan di bumi.
•Bumi (bumi)
Secara lahiriah bumi merupakan tempat kehidupan dan juga tempat berakhirnya kehidupan. Bumi atau jagad melambangkan bahwa manusia (mikrokosmos) yang memiliki jagad besar (makrokosmos). Di sini sebagai kiasan atau “pasemon” adanya kesatuan jagad kecil dan jagad besar. Bumi atau “jagading manungsa” berada dalam hati. Oleh kerena itu manusia agar dapat menguasai keadaan, harus dapat menyatukan diri dengan dunia besar. Dalam Kejawen disebut “Manunggaling Kawula-Gusti.” Sifat bumi adalah “momot dan kamet” dapat menampung dan menerima yang gumelar (ada). Bumi sebagai lambang “welas asih,” dapat “anyrambahi sakabehe.”
•Paku
Paku sebagai kiasan atau “pasemon” agar selalu kuat. Hal ini mengandung ajaran bahwa kehidupan di bumi bisa kuat, sentosa harus didasari jiwa yang kuat, tidak mudah goyah, atas dasar satu kekuatan yang maha besar dari Tuhan YME, yang menjadi pegangan bagi manusia yang hidup di bumi
•Kapas dan padi
Kapas dan padi melambangkan sandang pangan yakni kebutuhan lahir dalam kehidupan manusia. Sandang di nomor satukan atau didahulukan, sedang pangan dinomor duakan atau dikemudiankan. Hal yang demikian mengandung ajaran bahwa sandang berhubungan dengan kesusilaan dan diutamakan, sedangkan pangan berhubungan dengan lahiriah dinomor duakan. Oleh karena itu manusia hendaknya mengutamakan kesusilaan daripada masalah pangan. Kehidupan manusia di bumi tidak dapat lepas dari kebutuhan-kebutuhan duniawi.
•Pita merah putih
Pita merah putih sebagai kiasan bahwa manusia terjadi dengan perantara ibu-bapak (ibu bumi bapa kuasa). Merah melambangkan ibu, sedangkan putih melambangkan bapak. Oleh karena itu, manusia hendaknya selalau ingat kepada ibu-bapak, yang tercermin dalam ungkapan : “mikul dhuwur mendhem jero” maksudnya sebagai anak harus dapat mengharumkan nama orangtua dan dapat menghapuskan kejelekan nama orang tua. Juga dapat diartikan laki-laki dan perempuan sebagai lambang persatuan. Untuk mencapai tujuan harus dilandasi semangat persatuan (antara Gusti dan Kawula).

Inti kebudayaan Karaton Surakarta yang dicetus Paku Buwana I berupa gagasan,
Hasil olah (kerja) pikir dan batin manusia berupa perilaku hidup menyembah kepada tuhan YME dan perilaku hidup sosial budaya (hubungan dengan sesama). Nilai yang terkandung di dalamnya diwariskan pelestariannya dari generasi ke generasi, melalui proses seleksi nilai tersebut menurut lintasan perjalanan sejarah.
Menurut Paku Buwana I, Sri Radya Laksana adalah wujud dan gambaran inti kebudayaan Karaton Surakarta. Arti harafiahnya adalah perilaku lahir dan batin untuk menjunjung tinggi negara. Unsurnya terdiri dari ratu (raja), putra sentana, abdi dalem (punggawa), kawula (rakyat) fisik bangunan karaton, pemerintahan, wilayah dan kelompok tetua (pendahulu) yang dihormati.

Menurut abdi dalem keraton Istilah Radya Laksana yang dititiskan Paku Buwana I terdiri atas dua kata yaitu Radya dan Laksana. Kedua kata itu di dalam Baoesastra Djawa (1939, hal:515 dan 257) dijelaskan sebagai berikut:
a. Radya (S) KW : Kradjan
b. Laksana I (S) KW : Tjiri, tenger, pratanda, ngalamat.
II KW Kabegjan /lakoe

Terjemahan :
a. Radya (Sansekerta) Kawi : Kerajaan
b. Laksana I (Sansekerta) : 1. Ciri, tanda, pertanda 1. Keberuntungan
Sehubungan dengan makna kedua kata tersebut, maka secara harafiah Radya Laksana berarti : ciri kerajaan, tanda kerajaan, atau jalan kerajaan.
Radya Laksana sebagai lambang Karaton Surakarta, kata Radya dapat berarti negara dalam pengertian Karaton Surakarta, sedangkan Laksana tetap berarti jalan. Oleh karena itu, Radya Laksana dapat diartikan Jalan Negara dalam arti konsep-konsep untuk menjalankan negara yaitu Karaton Surakarta Hadiningrat.

Selain secara harafiah, Radya Laksana memiliki makna sebagai ajaran dan patokan bagi siapapun yang memiliki watak Jiwa Ratu, Jiwa Santana, Jiwa Abdidalem, dan Kawuladalem yang berkiblat ke Karaton yang berdasarkan pada Jiwa Budaya Jawa.

Radya adalah negara.
Yang disebut negara adalah bersatunya Ratu, putra Santana, Abdi dalem, kawula bangunan karaton, pemerintahan, daerah dan “Pepundhen” (segala sesuatu yang dihormati).

Adapun Laksana berarti tindakan.
Tindakan yang didasarkan pada Lahir dan Batin. Tindakan dalam bentuk batiniah harus dapat tercermin dalam wujud tindakan lahiriah.

GENJER (Soundtrack PKI) ITU APA SIH?


Kamu pernah makan pecel genjer?”. Tiba-tiba saja seorang karib mengajukan pertanyaan itu saat bersantap siang di sebuah warung SGPC-singkatan dari Sego Pecel (Nasi Pecel)–di kawasan Yogya utara. Tentu aku pernah mendengar tentang tumbuhan genjer, tetapi mencicipi pecel genjer? Gelengan kepalaku disambungnya dengan cerita mengenai seorang petani di sebuah dusun di daerah Bantul, tempat temanku ini pernah menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN), yang suatu kali pernah menyuguhkan pecel genjer untuk makan siang para mahasiswa. “Rasanya lezat sekali. Pating gelenyer (bahasa jawa–terasa licin di tenggorokan)”, ujarnya sembari mengacungkan ibu jarinya.

Menurut literatur, Genjer (Limnocharis flava) termasuk jenis tumbuhan darat liar, meskipun seperti halnya kangkung, semanggi dan bopong yang termasuk ke dalam jenis yang sama, genjer hanya akan tumbuh subur di lahan yang banyak tergenang air. Selain tumbuh di lembah sungai, biasanya pada bagian lapisan tanah gembur atau lumpur yang tergenang air dangkal, genjer juga mudah ditemukan di lahan persawahan yang digenangi air setelah masa panen atau disela tanaman padi yang masih muda. Genjer memiliki daun yang berbentuk membulat, pada tumbuhan yang subur ukurannya bisa mencapai lebar telapak tangan orang dewasa, yang ditopang batang bersegi tiga yang berongga di dalamnya. Orang Jawa terkadang menyebutnya “enthongan”, karena perpaduan bentuk batang dan daunnya yang menyerupai sendok sayur.

Di beberapa daerah di Indonesia, daun genjer sudah sejak lama dikenal sebagai sayur yang bisa diolah menjadi beragam masakan. Masyarakat Jawa Timur, misalnya, mengolah daun dan batang genjer menjadi tumis atau urap, sementara di daerah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, gampang ditemui penjual nasi pecel dengan sayur daun genjer. Pada musim

Dalam salah satu petikan seri tulisan “Surat dari Negeri Kincir Angin”, Hersri Setiawan, seorang sastrawan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat)–sebuah lembaga kebudayaan yang berafiliasi pada Partia Komunis Indonesia (PKI) di tahun 1960-an– menyajikan catatan yang menarik mengenai masakan daun genjer. Hersri menuliskan bahwa sebelum masa penjajahan Jepang, genjer hanya dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak. Bagian batang dan daunnya dicacah menjadi potongan kecil-kecil, kemudian dicampur dengan bekatul atau dedak untuk makanan sapi dan kambing. Pada masa penjajahan Jepang, yang terhitung singkat (1942-1945) tetapi telah menyudutkan bangsa Indonesia pada kondisi yang paling fakir, paceklik pangan memaksa rakyat untuk menyantap genjer sebagai pengganjal perut.

Biasanya sayur genjer diolah menjadi pelengkap makan dengan menu utama Gatotkaca atau Anjasmara. Gatotkaca adalah sebutan pasemon (jw-penghalus) untuk singkong, sementara Anjasmara adalah gogik, sisa-sisa makanan yang diawetkan dengan cara dijemur sampai kering dan direbus kembali bila hendak dimakan. Sebagai tambahan disajikan pula bekicot bakar, yang konon bisa menghindarkan penyakit busung lapar.

Bagi bangsa Indonesia, genjer tidak hanya memantik ingatan pada masa-masa sulit pangan saja, tetapi juga pada sebuah lagu yang menjadi top hit pada rentang awal tahun 1960-an. Judul lagu tersebut adalah Genjer-genjer, sebuah lagu yang bertutur mengenai tumbuhan genjer dalam tiga bait lirik berbahasa Jawa. Pada masanya lagu ini sangat dikenal luas sebagai lagu rakyat, bahkan sangking merakyatnya, menurut beberapa kalangan, seakan menjadi lagu wajib pembuka dan penutup pada hampir semua pementasan wayang atau ketoprak.

Popularitas lagu Genjer-genjer agaknya terkait erat dengan strategi politik yang dijalankan oleh organisasi-organisasi sosial politik di masa pemerintahan Soekarno. Sebagai contoh, partai-partai politik yang ada seringkali memanfaatkan bentuk-bentuk kesenian rakyat untuk dijadikan pemikat dalam merekrut sebanyak-banyaknya anggota baru. Pada tahun 1960-an, selain lagu Genjer-genjer yang kerap diidentikkan sebagai lagunya orang-orang Partai Komunis Indonesia (PKI), dikenal juga sebuah lagu yang berjudul “Turi-turi Putih”. Lagu yang terakhir ini dianggap sebagai lagu untuk orang-orang Partai Nasional Indonesia (PNI).

Lirik lagu Genjer-genjer yang berkisah tentang tumbuhan genjer, tumbuhan sawah yang memiliki kedekatan dengan kehidupan petani dan masyarakat kecil, menjadikannya mudah diterima oleh masyarakat luas. Boleh jadi mereka menyukai lagu ini karena lariknya mengisyaratkan keberpihakan pada rakyat kecil. Lirik lagu Genjer-genjer ditulis dalam bahasa Jawa, meski beberapa sumber menyebutkan adanya perbedaan lirik di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur akibat digunakannya logat bahasa Jawa yang berbeda. Salah satu versi lirik yang banyak dikenal seperti tertulis dibawah ini:

Gendjer-gendjer neng ledokan pating keleler
Gendjer-gendjer neng ledokan pating keleler
Emake thole teka-teka mbubuti gendjer
Emake thole teka-teka mbubuti gendjer
Oleh satenong mungkur sedot sing tolah-tolih
Gendjer-gendjer saiki wis digawa mulih

Gendjer-gendjer esuk-esuk digawa nang pasar
Gendjer-gendjer esuk-esuk digawa nang pasar
didjejer-djejer diunting pada didasar
didjejer-djejer diunting pada didasar
emake djebeng tuku gendjer wadahi etas
gendjer-gendjer saiki arep diolah

Gendjer-gendjer mlebu kendil wedange umob
Gendjer-gendjer mlebu kendil wedange umob
setengah mateng dientas digawe iwak
setengah mateng dientas digawe iwak
sega sa piring sambel penjel ndok ngamben
gendjer-gendjer dipangan musuhe sega

(Gendjer-gendjer ada di lahan berhamparan
Gendjer-gendjer ada di lahan berhamparan
Ibunya anak-anak datang mencabuti gendjer
ibunya anak-anak datang mencabuti gendjer
Dapat sebakul dipilih yang muda-muda
Gendjer-gendjer sekarang sudah dibawa pulang

Gendjer-gendjer pagi-pagi dibawa ke pasar
Gendjer-gendjer pagi-pagi dibawa ke pasar
Ditata berjajar diikat dijajakan
Ditata berjajar diikat dijajakan
Emaknya jebeng beli genjer dimasukkan dalam tas
Gendjer-gendjer sekarang akan dimasak

Gendjer-gendjer masuk belanga airnya masak
Gendjer-gendjer masuk belanga airnya masak
setengah matang ditiriskan dijadikan lauk
setengah matang ditiriskan dijadikan lauk
nasi sepiring sambal pecel duduk di ambin
Gendjer-gendjer dimakan musuhnya nasi)


Mengenai muasal lagu Genjer-genjer, Hersri Setiawan memiliki catatan menarik. Dia mengisahkan bahwa pada bulan Desember 1962, para sastrawan dari beberapa lembaga kebudayaan di Indonesia, mendapat undangan untuk mengikuti sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh Komite Eksekutif Biro Pengarang Asia-Afrika di kota Denpasar, Bali. Selain wakil-wakil dari Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), berangkat juga perwakilan dari Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN) dan Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi). Utusan dari Lekra dipimpin oleh Jubaar Ajoeb dangan peserta antara lain Rivai Apin, Hr. Bandaharo, Pramudya Ananta Toer, Bujung Saleh Puradisastra, Dodong Jiwapraja, Samandjaja, Sobron Aidit dan Nyoto alias Iramani.

Sebelum menyeberang ke pulau Bali, rombongan tersebut menyempatkan diri untuk singgah di kota Banyuwangi, Jawa Timur. Disana mereka memperolah sambutan hangat dari pimpinan Lekra cabang setempat, salah satunya adalah M. Arif, pemimpin Lembaga Musik. Bersamanya hadir pula sekelompok perempuan berkain kebaya, yang kemudian memainkan alat musik angklung dan membawakan beberapa buah komposisi musik sebagai bentuk ucapan selamat datang. Dalam kesempatan itulah lagu Genjer-genjer, yang dibawakan sebagai lagu pembuka dan penutup reportoar, mampu memikat hati para tetamu dari Jakarta. Seusai acara penyambutan, mereka ramai memperbincangkan lagu yang digubah oleh M. Arif dan dinyanyikan dalam logat Banyuwangi itu. Bahkan Njoto sempat melontarkan komentar yang bernada ramalan bahwa lagu Genjer-genjer akan terkenal secara luas dan menjadi lagu nasional.

Belakangan, rerasan Nyoto, yang saat itu menjabat sebagai Ketua III CC-PKI dan sebelumnya juga dikenal sebagai seniman musik yang acap mengisi acara musik di Radio Republik Indonesia (RRI) bersama Bing Slamet, ternyata tidak meleset. Lebih kurang satu tahun setelah diperdengarkan dihadapan perwakilan Lekra di Banyuwangi, lagu Genjer-genjer mulai sering mengalun di ibukota melalui siaran RRI dan Televisi Republik Indonesia (TVRI). Bahkan lagu tersebut dinyanyikan oleh Bing Slamet, penyanyi tenar saat itu, dan direkam dalam piringan hitam yang dijual bebas dipasaran.

Lagu Genjer-genjer, dan sebuah tarian yang juga dikenal dengan nama yang sama, kemudian sering dipentaskan di Jakarta oleh sebuah kelompok hiburan, Paduan Suara Gembira. Pada acara ulang tahun Konferensi Asia-Afrika pada bulan April 1965, lagu dan tarian tersebut disuguhkan pula oleh Paduan Suara Gembira ke hadapan para tamu terhormat dari negara-negara Asia-Afrika.

Sebuah geger politik besar yang terjadi pada tanggal 30 September 1965, atau pada masa Orde Baru lebih dikenal sebagai peristiwa Pengkhianatan G 30 S/PKI, telah memutar-balik tata keadaan. Lepas dari kontroversi yang berkembang saat ini seputar kejadian yang sebenarnya, peristiwa penculikan dan pembunuhan 6 jendral dan satu perwira utama angkatan bersenjata, yang ditudingkan dilakukan oleh PKI, makin mempertebal lembaran buram catatan sejarah Indonesia.

Memasuki awal bulan Oktober 1965, media-media masa seolah berebut memberitakan dan sekaligus menyemburkan caci-maki pada kekejian Gerwani dan Pemuda Rakyat, SOBSI dan BTI, lembaga-lembaga mantel PKI, yang dituding menjadi eksekutor tujuh petinggi militer di kawasan Lubang Buaya, Jakarta. Mingguan Angkatan Bersenjata, harian Berita Yudha dan Api Pantjasila, ketiga media ini diterbitkan oleh kalangan militer, menggambarkan peristiwa pembunuhan tersebut sebagai “pesta setan”. Dalam kejadian yang kemudian disebut sebagai “Upacara Harum Bunga”, dikabarkan bahwa sekitar 100 orang perempuan anggota Gerwani menari-nari tanpa penutup tubuh sambil menyanyikan lagu Genjer-genjer, sementara melakukan perbuatan mesum dan penyiksaan kepada para jendral. Dengan pisau silet mereka menyayat muka dan tubuh tawanannya, bahkan memotong alat kelamin dan mencungkil bola mata para korban, sebelum tubuh-tubuh mereka disiram peluru dan digulingkan kedalam sumur sempit sedalam 12 meter.

Berita tersebut serta merta memancing ungkapan kesedihan, perasaan jijik dan kemarahan luar biasa ditengah masyarakat. Luapan kemarahan pun diluncaskan pada segala bentuk keterkaitan dengan Partai Komunis Indonesia, mulai dari pembantaian masal “anggota” PKI, penghancuran fasilitas-fasilitas yang dipandang sebagai milik PKI dan pelarangan nilai-nilai serta ajaran yang dikembangkan oleh partai ini.

Pun lagu Genjer-genjer yang dinilai mengandung ajaran komunis dalam lirik-liriknya, dan juga dianggap sebagai lagu pengiring upacara tak bermoral, tak lagi didendangkan. Tudingan tersebut juga diperkuat oleh penemuan “dokumen” berupa buku kumpulan lagu-lagu paduan suara yang berisi lagu-lagu rakyat dari berbagai daerah, salah satunya lagu Genjer-genjer, di lokasi kejadian. Buku yang diterbitkan oleh CC PKI dan dipergunakan untuk panduan paduan suara, dipandang sebagai bagian dari gerakan politik yang dilakukan PKI untuk melakukan perebutan kekuasaan. Apalagi bagian lirik yang berbunyi “..neng kledokan pating keleler” (..di lahan berhamparan), seringkali diartikan sebagai simbolisasi tubuh-tubuh para jendral yang berhamparan meregang nyawa. Sejak saat itu, Genjer-genjer yang pernah demikian akrab ditelinga berbagai kalangan masyarakat dipandang sebagai lagu yang dilekati dosa politik dan “terlarang”.

Lucunya, peristiwa tersebut juga mempengaruhi urusan dapur sebagian besar rakyat Indonesia. Orang merasa jeri untuk memasak ataupun menyantap masakan dari genjer, atau kalaupun masih memasaknya pasti dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Bagi sementara kalangan, ada perasaan kuatir dicap sebagai komunis namun juga perasaan heroik bila menikmati sayur genjer. Seiring ambruknya Orde Baru, rezim yang “mengharamkan” genjer, dan terkuaknya borok-borok politik dari peristiwa 1965, genjer seolah lepas dari sungkup beban politik. Bahkan kalau beruntung, kini anda bisa menemukan beberapa ikat genjer yang tertata rapi diantara sayuran lain diatas rak dingin supermarket ternama.[]


Genjer bisa diolah menjadi beberapa jenis masakan yang lezat. Mungkin Anda tertarik untuk mencoba salah satu resep dibawah ini:

TUMIS GENJER IKAN ASIN

BAHAN :
400 gram genjer yang sudah disiangi
50 gram ikan teri, goreng sebentar
150 gram tahu kuning, potong kotak, goreng sebentar
2 cm lengkuas, dimemarkan
2 lembar daun salam
150 ml air
garam dan merica secukupnya
2 sendok makan minyak untuk menumis

BUMBU IRIS :
6 butir bawang merah
2 siung bawang putih
4 buah cabai merah
3 buah cabai hijau

CARA MEMBUAT :
Tumis bumbu iris bersama lengkuas dan salam sampai harum. Masukkan daun genjer. Aduk sampai berubah warna. Tambahkan teri dan tahu. Aduk sampai menyebar. Tambahkan air, garam, dan merica. Aduk sebentar lalu angkat.




SO, PASTINYA SELAMAT MENCOBA,,, YUMMY!!! ^^

MARTIN LUTHER KING



Penerima Nobel Perdamaian termuda yang memperjuangkan persamaan hak warga kulit hitam di Amerika Serikat. Didasarkan pada prinsip perjuangan dari Mahatma Gandhi, ia memilih jalan anti kekerasan.

Malam itu, 4 April tahun 1968. Martin Luther King sedang berdiri di balkon lantai 2 Lorraine Motel di Memphis, Amerika. Di motel itu ia dan para pejuang keseteraan lainnya menginap, sebelum berpidato dalam sebuah unjuk rasa akbar untuk kesetaraan.

Namun sebutir peluru mengubah segalanya. Peluru itu bersarang menembus kepalanya. Ia tersungkur dan dinyatakan tewas sejam kemudian.

Salah satu yang paling terkenal dari Martin Luther King adalah pidatonya yang kemudian dikenang sebagai pidato Saya Bermimpi atau I have a dream:

“Saya bermimpi. Suatu mimpi yang berakar dalam di mimpi Amerika sendiri. Saya bermimpi, suatu hari bangsa ini akan bangkit dan menghidupkan arti sejati dari asasnya: Kami meyakini kebenaran-kebenaran ini tanpa syarat: bahwa semua manusia diciptakan setara.”

Pidato ini diucapkan di Washington di hadapan lebih dari seperempat juga orang, pada 28 AGustus 1963. “I have a Dream” disebut-sebut sebagai salah satu pidato paling inspiratif untuk perubahan sosial politik umat manusia.

“Saya bermimpi bahwa ke-empat anak saya suatu hari akan hidup di suatu negara yang di dalamnya mereka tidak dinilai dari warna kulit mereka melainkan dari kepribadian dan watak mereka.”

Martin Luther King dilahirkan 15 Januari 1929 di sebuah keluarga pendeta Protestan Hitam Amerika. Ia dengan cepat terlibat dalam gerakan pembebasan hak kulit hitam sejak awal. Ia mulai dikenal luas sejak memimpin apa yang disebut sebagai gerakan Bokot Bis Alabama pada tahun 1955. Pemicunya adalah penangkapan terhadaop Rosa Parks, seorang perempuan kulit hitam yang menolak ketika diminta memberikan tempat duduk di sebuah bis kepada seorang lelaki kulit putih.

Saat itu di Alabama dan banyak kota lain Amerika, masih berlaku politik pemisahan berdasar warna kulit. Para penumpang kulit hitam hanya boleh duduk di bagian belakang bis. Martin Luther King mempimpin protes penangkapan itu dalam gerakan Bokot Bis Alabama. Dan inilah salah satu awal dari suatu langkah besar gerakan kesetraaan hak warga kulit hitam Amerika.

“Tak akan ada waktu istirahat, tiada pula ketenangan bagi Amerika. Sampai orang-orang kulit hitam mendapatkan hak-hak kewarganegaraan mereka sepenuhnya. Topan perubahan akan terus mengguncang fondasi Amerika, hingga fajar keadilan menjelang.”

Selama hidupnya, Martin Luther King hidup dari satu serangan ke serangan lain, dari ancaman ke ancaman lain. Nyawanya selalu berada di ujung maut. Sampai hari itu benar-benar tiba. Polisi menangkap James Earl Ray yang kemudian mengaku sebagai pembunuh Martin Luther King. Namun kendati dihukum 99 tahun, kasus ini tak pernah terungkap jelas. Begitu banyak teori konspirasi berseliweran. Terutama didasarkan kenyataan, bahwa Dinas Rahasia Amerika terus menerus mengintai Martin Luther King dari waktu ke waktu.

Kematian Martin Luther King 4 April 1968 berbuntut amuk rakyat kulit hitam di sekitar 100 kota besar Amerika. Amukan yang pasti akan dikecam keras Martin Luther King sendiri kalau ia masih hidup. MLK, demikian ia sering dipanggil, secara sadar memilih cara anti kekerasan sebagai bentuk perjuangannya. Didasarkan pada prinsip perjuangan dari Mahatma Gandhi. Pilihan ini membuatnya dianugerahi hadiah Nobel perdamaian tahun 1964. Dan ia menjadi penerima hadiah Nobel termuda dalam sejarah.

Sayang, banyak kalangannya yang terlampau tak sabar, dan lebih tertarik dengan kekerasan yang sepintas tampak seakan menjanjikan perubahan cepat. Padahal Martin Luther King membuktikan, gerakan kekerasan tak membawa hasil. Hanya gerakan tanpa kekerasan yang membuahkan hasil nyata dan langgeng. Kendati perjuangannya pun makan waktu lama.

Jalankan terus gerakan ini. Gulirkan terus gerakan ini. Terlepas dari semua kesulitan yang harus dihadapi, dan kita akan menghadapi kesulitan lain lagi. Datanglah terus. Bergeraklah terus. Jika engkau tak bisa terbang, berlarilah. Jika engkau tak bisa berlari, berjalanlah. Jika tak mampu berjalan, merangkaklah. Yang penting, dengan segala cara, teruslah bergerak.”

Berikut ini adalah pidato lengkapnya dalam bahasa inggris :

I have a dream that one day on the red hills of Georgia the sons of former slaves and the sons of former slaveowners will be able to sit down together at a table of brotherhood.

I have a dream that one day even the state of Mississippi, a desert state, sweltering with the heat of injustice and oppression, will be transformed into an oasis of freedom and justice.

I have a dream that my four children will one day live in a nation where they will not be judged by the color of their skin but by the content of their character.

I have a dream today. I have a dream that one day the state of Alabama, whose governor’s lips are presently dripping with the words of interposition and nullification, will be transformed into a situation where little black boys and black girls will be able to join hands with little white boys and white girls and walk together as sisters and brothers.

I have a dream today. I have a dream that one day every valley shall be exalted, every hill and mountain shall be made low, the rough places will be made plain, and the crooked places will be made straight, and the glory of the Lord shall be revealed, and all flesh shall see it together.

This is our hope. This is the faith with which I return to the South. With this faith we will be able to hew out of the mountain of despair a stone of hope. With this faith we will be able to transform the jangling discords of our nation into a beautiful symphony of brotherhood.

With this faith we will be able to work together, to pray together, to struggle together, to go to jail together, to stand up for freedom together, knowing that we will be free one day.This will be the day when all of God’s children will be able to sing with a new meaning, “My country, ’tis of thee, sweet land of liberty, of thee I sing. Land where my fathers died, land of the pilgrim’s pride, from every mountainside, let freedom ring.”

And if America is to be a great nation this must become true.
So let freedom ring from the prodigious hilltops of New Hampshire.
Let freedom ring from the mighty mountains of New York.
Let freedom ring from the heightening Alleghenies of Pennsylvania!
Let freedom ring from the snowcapped Rockies of Colorado!
Let freedom ring from the curvaceous peaks of California!But not only that;
let freedom ring from Stone Mountain of Georgia!
Let freedom ring from Lookout Mountain of Tennessee!
Let freedom ring from every hill and every molehill of Mississippi.

From every mountainside, let freedom ring. When we let freedom ring, when we let it ring from every village and every hamlet, from every state and every city, we will be able to speed up that day when all of God’s children, black men and white men, Jews and Gentiles, Protestants and Catholics, will be able to join hands and sing in the words of the old Negro spiritual, “Free at last! free at last!

thank God Almighty, we are free at last!”

7 PRINSIP DA VINCI


Siapa sih yang tidak mengenal Da Vinci? Barangkali hanya orang yang tidak ingin tahu, yang tidak mengenal sosok seniman besar tersebut. Namanya pun telah menggelegar keseluruh pelosok dunia, hasil karya nya pun juga diakui keindahannya di seluruh dunia. Seperti contoh sosok lukisan "MONALISA," yang menjadi misteri dan di sebut pula "Da Vinci Code."

Dalam menciptakan hasil karya yang indah, Da Vinci memfokuskan dirinya pada beberapa prinsip yang tidak luput dari pekerjaanya sebagai seorang seniman. Berikut 7 Prinsip
yang selalu diterapkan oleh Da Vinci
:

-Curiosita Rasa ingin tau, pencarian tak kenal lelah, belajar tanpa henti.

-Dimostrazione Niat teguh untuk menguji pengetahuan melalui pengalaman, ketekunan, dan belajar dari kesalahan.

-Sensazione Penajaman indera terus menerus, terutama penglihatan, sarana untuk menghidupkan pengalaman.

-Sfumato (“hilang tak berbekas” atau “menjadi tidak pasti”) kesediaan untuk menerima ambiguitas, paradoks, dan ketidakpastian.

-Arte/Scienza Pengembangan keseimbangan antara ilmu dan seni, logika dan imajinasi. Pemikiran “otak secara menyeluruh” (whole-brain thinking).

-Corporalita Pemupukan keanggunan, keterampilan dua tangan, dan sikap tubuh yang benar.

-Connessione Pengakuan dan penghargaan terhadap keterkaitan semua hal dan fenomena.